FANATISME BUTA TERHADAP IRAN DAN BIAS INFORMASI DI MEDIA INDONESIA

Gambar
Gambar Ilustrasi: saluran media Indonesia dan ahli hukum internasional Dalam beberapa minggu terakhir, dinamika geopolitik di Timur Tengah menjadi sorotan global, terlebih dalam ketegangan antara Iran dan Israel. Namun, fenomena yang tidak kalah menarik, bahkan memprihatinkan adalah munculnya kelompok Pengemar Iran ( Fanboy Iran ) di Indonesia, termasuk di kalangan akademisi dan praktisi hukum internasional, yang secara terang-terangan bersikap memihak kepada Iran dan menutup mata terhadap fakta-fakta objektif yang terjadi di lapangan. Banyak oknum pakar hukum internasional yang seolah mengabaikan prinsip objektivitas ilmiah, dan justru menyampaikan narasi politik yang berat sebelah. Kritik keras diarahkan hanya kepada Israel, sementara agresi, provokasi, bahkan pelanggaran HAM yang dilakukan Iran terhadap rakyatnya sendiri, atau melalui proksi militernya di kawasan timur tengah, seperti: Hizbullah di Lebanon, Hamas di Palestina dan Houthi di Yaman, kerap didiamkan atau dianggap seba...

NALURI MANUSIA

 

“Jika kita membiarkan naluri ini layu, kehidupan selalu kerdil; jika kita mengumbar naluri ini tanpa kekang, maka kehidupan menjadi kejam”R. C. Sproul

Tentu! Pernyataan tersebut menggambarkan dua sisi ekstrem dari hubungan kita dengan naluri atau dorongan bawaan yang kita miliki. Di satu sisi, jika kita sepenuhnya menekan atau membiarkan naluri ini layu, kehidupan kita bisa terasa terbatasi dan monoton. Naluri kita seperti dorongan untuk berkreasi, mencari tantangan, atau menjalin hubungan yang mendalam adalah bagian integral dari pengalaman hidup yang kaya dan penuh warna. Tanpa naluri, kita mungkin akan merasa terasing atau kehilangan arah.

Namun, jika kita membiarkan naluri ini tanpa batasan atau kontrol, ada risiko bahwa kita bisa mengarah pada perilaku yang tidak terpuji atau merugikan, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain. Naluri yang tidak dikendalikan bisa menjadi destruktif dan menyebabkan dampak negatif yang meluas, seperti konflik, penderitaan, atau bahkan kehancuran hubungan sosial.

Dengan kata lain, keseimbangan adalah kunci. Mengendalikan dan mengarahkan naluri dengan bijak memungkinkan kita untuk memanfaatkan potensi dan energi yang naluri tawarkan tanpa jatuh ke dalam jebakan ekstrem. Ini berarti merespons naluri kita dengan kesadaran dan pertimbangan, memastikan bahwa naluri melayani tujuan positif dan mendukung pertumbuhan pribadi serta harmoni sosial. Dalam konteks ini, kehidupan menjadi penuh makna ketika kita dapat menyeimbangkan antara mengekspresikan naluri dan menjaga agar perilaku kita tetap etis dan konstruktif.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PROJEK MATEMATIKA TENTANG “LIMIT FUNGSI” DENGAN DIINTEGRASIKAN DENGAN BEBERAPA DISIPLIN ILMU DALAM PROSES PEMBUATAN WINE DARI BUAH KHAS PULAU TIMOR DENGAN METODE FERMENTASI ANAEROB

Siswi Kelas XII MIPA Berinovasi Dengan Pembuatan Cuka Dapur Dari Nira Pohon Lontar

Berinovasi Dalam Dunia Minuman Siswa Kelas XII Jurusan MIPA Membuat Wine Dari Buah Anggur

FILOSOFI PENDIDIKAN DAN PENDIDIKAN NILAI